Memaksimalkan Potensi Energi Terbarukan di NTT


Indonesia memang negara yang memiliki beragam potensi sumber daya alam. Tak heran kalau perekonomian Indonesia ditopang sangat kuat oleh produksi sumber-sumber daya alam seperti minyak, gas, dan barang tambang. Ironisnya, mayoritas hasil dari sumber daya alam ini akan dinikmati oleh penduduk di tanah jawa, di mana di tempat ini proses value-adding dilakukan, sementara di daerah asalnya sumber daya alam hanya diambil dalam bentuk mentahnya saja. Akhirnya, kesenjangan ekonomi antar provinsi semakin melebar.

Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Produk regional bruto provinsi ini hanya $4.554 per kapita (paritas daya beli). Nilai ini bahkan lebih rendah daripada negara-negara seperti Kamboja dan Nigeria. Bila dibandingkan dengan produk regional bruto Jakarta sebesar $62.549 per kapita atau produk domestik bruto Indonesia sebesar $13.943 per kapita, nilai ini dirasa sangat senjang. Namun, Nusa Tenggara Timur memiliki potensi sumber daya alam lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan agar kedepannya provinsi ini bisa menjadi provinsi yang maju dan makmur.

Listrik dan Industrialisasi

Ketika ditemukan, listrik didaulat sebagai pendorong dari revolusi industri ke-2. Kala itu, mayoritas listrik hanya digunakan sebagai penerangan dan beberapa jenis mesin. Namun saat ini, listrik digunakan hampir di seluruh aspek yang bisa kita pikirkan. Mulai dari mesin-mesin di pabrik hingga kedepannya mobil-mobil di jalanan. Karena itu, harga listrik yang murah adalah kunci utama bagi akselerasi proses industralisasi suatu wilayah. Industrialisasi ini kemudian akan melahirkan pabrik-pabrik yang melakukan value-adding terhadap sumber daya alam mentah dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan output ekonomi secara keseluruhan. Ekonomi meningkat, kemakmuranpun akan mengikuti.

Di Nusa Tenggara Timur, penyediaan listrik murah menjadi dilema karena wilayah ini memiliki penduduk yang sedikit dan infrastruktur praeksisting yang tidak memadai. Hal ini diperparah dengan kondisi geografis berupa kepulauan yang terisolasi. Jika pembangkit-pembangkit besar dibangun terlebih dahulu, maka bisnis belum tentu mengikuti dengan membangun pabriknya disana. Jika pembangunan pembangkit menunggu pertumbuhan bisnis terlebih dahulu, maka akselerasi pertumbuhan yang diinginkan akan berlangsung sangat lambat.

Grid Kecil

Seiring berkembangnya teknologi penyimpanan energi, elektronika daya, dan pembangkit-pembangkit berskala kecil yang lebih efisien, pembangunan grid berskala kecil semakin feasible untuk dilakukan. Momen ini cocok bagi Nusa Tenggara Timur untuk melakukan pijakan pertamanya untuk membangun sistem kelistrikan yang murah dan efisien sehingga ke depannya dapat memantik proses industrialisasi dan meningkatkan output ekonomi daerah.


Rencana Pembangunan Pembangkit di NTT

Berdasarkan RUPTL tahun 2019 yang dirilis PT. PLN (Persero), terdapat beberapa jenis pembangkit yang akan dibangun beberapa tahun ke depan. Pembangkit-pembangkit tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

Rencana Pembangunan Pembangkit di NTT (sumber: RUPTL 2019-2028)

Bila direkapitulasi, akan ada kurang lebih 580 MW kapasitas pembangkit baru yang akan dibangun pada rentang waktu 2019-2028. Namun, apabila dilihat pada tabel berikut, terlihat bahwa pembangunan masih terfokus pada pembangunan pembangkit-pembangkit konvensional dengan banyaknya PLTU dan PLTMG yang dibangun.

Rekapitulasi Rencana Pembangunan Pembangkit di NTT (sumber: RUPTL 2019-2028)

Hal ini menarik untuk diulas karena menurut data yang dirilis PLN sendiri di dokumen yang sama, NTT memiliki banyak sekali potensi energi-energi terbarukan. Seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Potensi Pembangkit Alternatif di NTT (sumber: RUPTL 2019-2028)

Memang secara finansial, pembangkit-pembangkit konvensional seperti uap dan mesin gas bisa jadi lebih murah dibanding pembangkit-pembangkit alternatif seperti matahari, surya, dan air. Namun, apabila kita melihat dalam kerangka yang lebih luas, dalam kerangka ekonomi makro, posisi ini mungkin saja bisa berubah.

Sebagai contoh, produksi gas-gas emisi seperti CO2, NOx, SOx, dll dapat memberikan kerugian ekonomi secara langsung melalui bidang lain. Misalnya lingkungan dan kesehatan. Dengan keberadaan gas-gas ini, negara butuh mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk mengompensasi kerusakan di bidang lingkungan dan tetap menjaga kesehatan masyarakat. Gas-gas emisi ini juga bisa berdampak tidak langsung, misalnya menyebabkan kenaikan suhu sekitar yang berakibat pada kecenderungan orang untuk menggunakan air conditioner lebih sering. Untuk itu, ada suatu metode untuk mempertimbangkan pembangunan pembangkit agar lebih efisien lagi.

Alternatif Pembangunan Pembangkit di NTT

Sebuah perangkat lunak berbasis spreadsheet dari Ea Energy Analyses dapat digunakan untuk menghitung LCOE (levelized cost of electricity) dari sebuah pembangkit dengan mempertimbangkan kerugian yang disebabkan oleh emisinya. Perhitungan dalam perangkat lunak ini mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya: capital cost, operation & maintenance cost, fuel cost, climate externalities, air pollution, system cost, dan heat revenue. Semua faktor ini dikuantisasi dalam bentuk nominal uang. Apabila dihitung. maka LCOE dari beberapa pembangkot non-terbarukan adalah sebagai berikut:

Nama Pembangkit Levelized Cost of Electricity (EUR/MWh)
PLTMG Kupang Peaker
42,00
PLTMG Maumere
42,00
PLTMG Alor 1
42,00
PLTMG Lembata
42,00
PLTMG Alor 2
43,00

Sementara itu, beberapa pembangkit energi terbarukan berdasarkan data potensi pembangkit (yang artinya pembangkit-pembangkit ini belum direncanakan untuk dibangun) memiliki LCOE sebagai berikut:

Nama PembangkitLevelized Cost of Electricity (EUR/MWh)
PLTA Wae Rancang I & II
13,00
PLTB Oelbubuk-Soe
13,00
PLTP Nage
17,00
PLTA Riam Kiwa
16,00
PLTBm Bodohula
37,00

Melalui data-data tersebut dapat dilihat bahwa sebenarnya provinsi ini memiliki potensi energi yang walaupun mahal bila dilihat secara finansial, tapi murah secara ekonomi. Langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah mengoptimasi pembangkit-pembangkit terebut bila dibandingan dengan besar potensi dan kebutuhan beban. Dengan begitu, energi yang dibangkitkan di provinsi NTT tidak saja membawa kemajuan bagi provinsi tersebut namun juga membawa kelestarian bagi lingkungan.

Kontributor
  1. Alvin Putra Sisdwinugraha (18016005)
  2. Anand Bannet Ganesen (18016007)
  3. Harso Adjie Brotosukmono (18016010)
  4. Juligo Al Paraby Saragih (18016027)
  5. M. Mushthofa Musyasy (18016016)
  6. Nuel Yosia Sitompul (18016024)
  7. Ravendo Sitorus (18016021)
  8. Zakka Izzatur Rahman (18016003)

Referensi
  1. Hasil simulasi melalui LCOE Calculator dari Ea Energy Analyses.
  2. EIA Energy Outlook. US Energy Infomation Administration (EIA). 2019.
  3. GDP of Countries of the World. World Bank Group. 2020.
  4. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028. PT PLN (Persero). 2019.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kimia Unsur: Gas Mulia dan Halogen

Kimia Unsur: Alkali dan Alkali Tanah

Hereditas (Tautan, Pindah Silang, Gagal Berpisah)