Berinvestasi Sambil Beramal Sebagai Katalis Indonesia Maju

 


Saya akan ajak kamu berandai-andai. Pikirkanlah, apa investasi dengan return paling tinggi di dunia ini? Emas? tentu saja bukan. Obligasi? kurang besar. Saham? bukan juga. Oke, bayangkan kamu berada di sebuah desa yang memiliki daya beli yang kuat karena sebagian besar warganya merupakan petani di lahan yang sangat subur. Namun, hanya ada satu toko yang menyediakan sembako di desa itu. Nama pemiliknya, sebut saja Kang Cecep. Kang Cecep biasa membeli minyak goreng dari agen di kota seharga Rp10.000 (sudah termasuk ongkos transportasi) dan menjualnya kembali seharga Rp12.000 kepada warga. Setiap hari dagangan selalu habis karena memang warga membutuhkan minyak goreng untuk memasak. Berapa return yang dihasilkan oleh Kang Cecep? (12.000-10.000)/10.000 = 20%! Per tahun? tidak, per hari. Nah, apakah bisa dibayangkan, apabila 10% saja masyarakat Indonesia mampu menghasilkan return setinggi ini, berapa pertumbuhan ekonomi Indonesia? Inilah yang disebut The Power of Grassroot Economy.

Sayangnya, suatu hari musibah menimpa Kang Cecep sehingga ia harus menggunakan modal tokonya untuk menalangi kerugian akibat musibah tersebut. Akhirnya, bukan hanya Kang Cecep yang tidak bisa mendapatkan penghasilan namun warga juga tidak bisa mendapatkan sembako yang mereka butuhkan lagi. Mereka harus berjalan jauh ke kota untuk memenuhinya. Bagaimana solusi untuk menangani permasalahan ini?

Beberapa dari kamu mungkin akan berpikir tentang pinjaman. Namun, pedagang skala kecil seperti Kang Cecep sulit mendapatkan pinjaman dari bank. Akhirnya, banyak orang seperti Kang Cecep yang berujung melakukan pinjaman ke rentenir yang bukannya mengembalikan performa bisnis sebelumnya malah menghancurkan kehidupan Kang Cecep melalui jeratan utang. Hal ini merupakan akar dari munculnya gerakan untuk mendorong inklusi keuangan.


The Unbanked Society

Tidak adanya akses terhadap sistem keuangan formal seperti perbankan merupakan salah satu masalah yang masih dihadapi oleh Indonesia. Menurut Global Findex oleh Bank Dunia, di tahun 2017 sendiri terdapat 95 juta penduduk Indonesia yang berada dalam kategori unbanked society atau komunitas masyarakat yang tidak punya akses ke sistem perbankan. Hal ini menyebabkan masyarakat dalam kategori tersebut sulit untuk mendapatkan modal usaha maupun pinjaman. Padahal, seperti kisah Kang Cecep, kadang usaha kecil dan menengah jauh lebih profitable secara persentase dibanding perusahaan-perusahaan multinasional.

Peta sebaran populasi dunia tanpa akses ke bank. (sumber: Global Findex, The World Bank)

The Idle Money

Di sisi lain, banyak masyarakat di perkotaan yang memiliki banyak uang berlebih. Mungkin uang ini memang suatu saat akan digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan finansial mereka, seperti: membeli rumah, membeli mobil, menikah, dan lain-lain. Namun, selagi mereka menunggu, uang mereka juga ikut menganggur tidak produktif. Tidak bertumbuh dan tidak berbuah. 

Hal ini wajar. Menurut Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per tahun 2019, jumlah investor lokal di Indonesia hanya berjumlah sekitar 2,4 juta orang dengan kapitalisasi sekitar Rp3.500 triliun. Sangat jauh dibanding jumlah investor asing yang masih mendominasi. Masih banyak masyarakat Indonesia, bahkan yang tinggal di perkotaan, yang tidak melek dengan dunia investasi. Bagi mereka, bunga deposito bank dan kupon surat utang negara yang kecil tidaklah menarik dan terlihat sangat lambat pertumbuhannya. Alih-alih uangnya bertumbuh secara wajar, banyak masyarakat yang mengalokasikan uangnya untuk ditanam di instrumen tidak jelas yang menghasilkan return yang diklaim bisa mencapai ratusan persen. Akhirnya, banyak pula yang menjadi trauma berinvestasi akibat tertipu oleh investasi bodong. 

Amartha: Win-win Solution

Kita telah melihat masalah yang dialami oleh the unbanked society dan the idle money. Melalui bantuan teknologi, masalah kedua belah pihak dapat diselesaikan melalui media peer-to-peer lending (P2P lending). P2P lending merupakan sarana pinjam-meminjam uang secara daring. Pelaku usaha yang membutuhkan modal kerja untuk tumbuh akan terhubung dengan pendana yang mencari alternatif pendanaan yang lebih menguntungkan dibanding instrumen pendanaan konvensional.

Amartha merupakan salah satu peer-to-peer lending yang bergerak khusus di sektor pendanaan mikro. Yup, Amartha adalah solusi bagi orang-orang seperti Kang Cecep di awal cerita kita tadi. Selain itu, Amartha juga bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang memiliki idle money sebagai alternatif untuk melakukan investasi jangka pendek. Mari kita bahas satu per satu.

-- Bagaimana cara kerja Amartha?

Cara kerja Amartha persis seperti ketika kamu meminjamkan uang kepada temanmu untuk membuka usaha, lalu temanmu mengembalikannya dengan bagi hasil. Namun, sebagai perusahaan finansial teknologi, Amartha menggunakan bantuan internet untuk menjalankan operasionalnya.

-- Apakah berinvestasi di Amartha menguntungkan?

Dari sisi pemberi pinjaman, imbal hasil yang bisa didapatkan cukup menarik. Kamu bisa mendapatkan imbal hasil hingga 15% per tahun. Belum lagi apabila digabung dengan promo-promo yang rutin dibagikan oleh Amartha dan efek compounding Amartha yang terjadi mingguan. Saya pribadi, rata-rata bisa mendapatkan imbal hasil 17-18% efektif per tahun apabila ditambah promo dan efek compounding. Meriah bukan? ðŸ˜‚

Dari sisi penerima pinjaman, skema pinjaman tanpa agunan dan kewajiban imbal hasil yang kecil juga memudahkan mereka untuk membangun usaha. Selain itu, Amartha juga bukan rentenir atau pinjol ilegal yang akan mengobrak-abrik rumah dan bermain secara fisik. Jadi, para penerima pinjaman juga akan merasa nyaman secara psikologis.

-- Eits tunggu, tanpa angunan? Terus kalau uang saya hangus gimana?

Eits tenang saja, Amartha memiliki sistem proteksi yang berlapis. Pertama, dari segi penerima pinjaman Amartha sudah sangat selektif untuk memilih sektor-sektor yang produktif (bukan pinjaman konsumtif). Kedua, Amartha memiliki sistem credit scoring yang lumayan akurat. Kamu bisa menerapkan prinsip high risk high return dalam memilih mitra untuk diberikan dana. Terakhir, Amartha juga bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk melindungi pokok dana kamu. Bahkan, sering kali asuransi ini diberikan secara gratis melalui promo yang Amartha berikan setiap bulannya.

-- Lalu, bagaimana performa Amartha saat ini?

Saya pribadi sudah berinvestasi di Amartha sejak 2 tahun yang lalu. Sebelum pandemi COVID-19, persentase non-performing loan (NPL) alias jumlah pinjaman yang mengalami gagal bayar Amartha sangatlah baik. Bahkan, saya sendiri merasakan NPL 0% selama kurang lebih 1 tahun pertama. Setelah pandemi COVID-19 melanda, NPL Amartha sedikit melonjak hingga mencapai 7,53% per 8 November 2020. Namun, nilai ini cukup wajar melihat bank-bank besar juga kesulitan untuk mempertahankan NPL-nya di nilai yang rendah.

Sebagai contoh, pada gambar berikut saya tampilkan ketepatan waktu pembayaran beberapa mitra saya yang masih berlangsung.

Status pengembalian mitra di Amartha (per 8 November 2020)

Dari segi profit, skema compounding mingguan Amartha merupakan hal yang paling menarik bagi saya. Investor Amartha bisa mendapatkan pembagian imbal hasil serta pengembalian modal setiap minggunya. Hal ini menguntungkan bagi para pemberi pinjaman karena akan memberikan imbal hasil efektif yang lebih tinggi apabila hasil investasinya diinvestasikan kembali.

Sebagai contoh, berikut merupakan hasil investasi 2 tahun terakhir yang saya lakukan.

Hasil investasi di Amartha. (per 8 November 2020)

Sebagai perbandingan, berikut merupakan hasil investasi saya dengan jangka waktu yang sama dan modal pokok yang relatif sama di platform peer-to-peer lending lainnya.

Hasil investasi di sarana investasi lain. (per 8 November 2020)

Dapat dilihat dengan jangka waktu yang sama dan modal pokok yang relatif sama, saya mendapatkan net gain return sebesar Rp4.370.570 di Amartha sementara hanya Rp3.107.006 di sarana investasi lain. Skema compounding mingguan memberikan imbal hasil yang cukup signifikan setelah 2 tahun. 

-- Apakah Amartha aman?

Tentu saja! Amartha merupakan salah satu situs investasi yang bukan hanya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) namun juga berizin dari OJK. Per 20 Desember 2019, hanya 25 dari 164 perusahaan finansial teknologi terdaftar di Indonesia yang mengantongi status berizin dan diawasi oleh OJK. Kebanyakan hanya memiliki status terdaftar. Selain itu, pendiri Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, juga mantan staf khusus kepresidenan, lho. Jadi, kredibilitasnya tidak perlu diragukan lagi.

Agar tambah yakin, cashout di Amartha benaran bisa dilakukan, kok!

Cashout dari Amartha.

-- Terakhir, bagaimana cara mendaftar menjadi Investor Amartha?

Mudah sekali, cukup siapkan KTP, rekening bank, dan NPWP (jika ada) lalu daftar kan diri kamu ke sini. Cukup ikuti langkah-langkah registrasinya dan tunggu hingga akun kamu diverifikasi. Oh iya, bila kamu menggunakan link tersebut, kamu juga akan mendapatkan gratis dana Rp100.000 lho!

For The Greater Good

Setelah semua tulisan ini, kita kembali ke satu pertanyaan inti: kenapa harus berinvestasi di Amartha atau P2P lending pada umumnya? Jawabannya, karena kamu bisa berinvestasi sekaligus beramal. Sarana investasi lain seperti saham mungkin saja bisa memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibanding P2P lending namun dampak yang diberikan tidaklah riil. Membeli saham saat initial public offering (IPO) memang membantu penyuntikan modal ke perusahaan namun membeli saham di pasar sekunder sejatinya hanya memindahtangankan kepemilikan dari satu investor ke investor lainnya. (Jangan di salah artikan bahwa saya anti saham ya, portofolio saya juga tetap lebih banyak porsinya di saham, lho ðŸ˜‹)

Hal itu berbeda dengan P2P lending yang memberikan dampak langsung kepada penerima modal. Penerima modal, seperti Kang Cecep, dapat membangun kembali usahanya, bahkan lebih besar lagi. Pendapatan dan bisnis mereka dapat tumbuh lebih cepat tanpa harus dihantui rentenir. Pertumbuhan bisnis akar rumput yang sangat masif tentunya juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masif. 

Saya percaya bahwa amal terbaik adalah amal yang memberikan efek jangka panjang, bukan hanya menyelesaikan masalah jangka pendek. Karena itu, memberikan uang kaget atau sembako tidak akan membantu masyarakat menengah ke bawah untuk menaiki tangga perekonomian. Hal ini pernah dikemukakan oleh Dambisa Moyo dalam bukunya "Why Aid Is Not Working and How There Is a Better Way for Africa" yang bercerita bahwa financial aid bukanlah cara terbaik untuk menghentikan kemiskinan di Afrika. Alternatif solusi yang diberikan adalah dengan cara membangun bisnis, terutama grassroot economy melalui skema microfinancing atau peer-to-peer lendinglayaknya Amartha.

Saat ini mungkin banyak dari kita hanya bisa mengeluh mengenai ketidaksempurnaan yang masih terjadi di negara kita. Namun, bukankah lebih bijak apabila kita mengambil langkah nyata yang dimulai dari diri sendiri untuk menyelesaikan itu secara perlahan? Salah satu langkah bijak yang bisa kita lakukan adalah berinvestasi sambil beramal dengan menyisihkan idle money kita untuk diberikan kepada unbanked society untuk mengembangkan bisnis. Yang semoga, bisa menjadi katalis Indonesia yang maju ke depannya.

Referensi
  1. Kustodian Sentral Efek Indonesia. Kepemilikan Efek (Lokal-Asing) 2019. KSEI. 2019.
  2. Moyo, Dambisa. Why Aid Is Not Working and How There Is a Better Way for Africa. Farrar, Straus and Giroux. 2019.
  3. World Bank. Global Findex 2017, Chapter 2: The Unbanked. World Bank Group. 2017.

Komentar

  1. Megandaru Brajamukti9 November 2020 pukul 02.13

    Keren sekali artikelnya, jadi pengen segera investasi di Amartha hehe

    BalasHapus
  2. Wah.. selama ini aku lagi cari perusahaan finance untuk P2P lending terpercaya... menarik nih berarti untuk bisa mulai invest disini! thanks kaak infonyaa

    BalasHapus
  3. Wah menarik nihh! Pernah denger sama mekanisme invest kayak ginii yg kita langsung nanam modal di perusahaan tp bukan di bursa efek, jadi namanya P2P Lending toh. Bisa deh nanti jadiin amartha salah satu list tempat investnya.. thanks loh kak infonya

    BalasHapus
  4. Apa kabar Investasinya Gan? Punya saya macet n asuransinya ga cair² spt yang dijanjikan, ketika ditanya ke CS jawaban ngambang ga ada kepastian..

    Kalo mau bikin blog saran saya jangan cuman positifnya yang dihilight tapi kasih realitanya yang relevan juga jadi tidak menjerumuskan pembaca anda. Thanks

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kimia Unsur: Alkali dan Alkali Tanah

Kimia Unsur: Gas Mulia dan Halogen

Hereditas (Tautan, Pindah Silang, Gagal Berpisah)